Sekolah lebih tinggi lagi, begitu katanya
Ya, saya adalah seorang mantan siswa SMK (STM) yang mungkin tidak sesuai (pada jalurnya). Pada dasarnya sasaran lulusan dari siswa SMK sendiri adalah menjadi insan yang unggul, berkompetensi, dan kompetitif di dunia usaha atau dunia industri.
Namun, hal itu tidak saya lakukan.
Bagi saya, pendidikan itu (sangat) penting.
Maka dari itu saya sudah merencanakan setelah lulus SMK lanjut kuliah, kemudian setelah lanjut kuliah D3 lanjut lagi S1, dan insya Allah lanjut lagi S2, kemudian S3.
Timbul pertanyaan dari teman-teman,
“Kenapa ga lanjut kerja? Padahal kan kita dari STM (SMKN 1 Cimahi/STMN Pembangunan Bandung) banyak tempat kerja yang mau hire kita”
“Kenapa jadi murtad jurusan?”
“Kenapa sekolah mulu sih?”
“Kapan berkontribusinya?”
“Kapan ngehasilin?”
“Loh kuliah lagi?”
“Kapan nikah?”
Oke pertanyaan paling terakhir abaikan saja
Saya akan menjawab beberapa pertanyaan tersebut,
Pada postingan baheula saya, telah saya bahas mengenai “Diskriminasi Terhadap Siswa SMK di Perguruan Tinggi”. Itu adalah alasan awal saya, mengapa saya melanjutkan ke pendidikan dengan jenjang yang lebih tinggi, jadi silahkan dibaca terlebih dahulu.
Saya pribadi tidak sepenuhnya “murtad”, ketika STM jurusan saya Rekayasa Perangkat Lunak dilanjutkan ketika D3 Polman Bandung, Teknik Otomasi Manufaktur dan Mekatronika. Di mana pada kata Mekatronika sendiri merupakan singkatan dari “mekanika-elektronika-informatika”, masih ada kata informatikanya. Ya memang tidak begitu banyak mata kuliah IT-nya sendiri, namun nothing’s in vain, ora onok seng eman-eman, tiada yang sia-sia. Karena ilmu yang kita pelajari pada akhirnya nanti akan beririsan juga, belajar itu masalah pembentukan mindset kita!
“Kok sekolah mulu?”
Saya mengikuti apa kata hadits, tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat.
Because learning is never ending, til death separates us. Jiaaaah….
Sebetulnya kehidupan sendiri merupakan sarana pendidikan, sarana pembelajaran bagi kita sih.
Ya, ini adalah mengapa Papa saya sering mengatakan “kelak kehidupan yang akan memberikan kamu pelajaran”
“Hmm, maksudnya kenapa sih sekolah secara formal mulu? Padahal sekolah non-formal banyak, atau kenapa sih ga otodidak aja?”
Nah, sekolah non-formal itu sebetulnya menurut saya, ya di keseharian kita (mungkin arti sebenarnya yang dimaksud seperti kursus, lokakarya, pelatihan)
Bagi saya sekolah formal itu tentang link dan network, social activities, dinamika kehidupan di tempat menimba ilmu yang berbeda apabila kita hanya otodidak, pembentukan pola pikir, kita pun punya “mentor” yaitu guru atau dosen tentunya apa yang kita pelajari bisa lebih terarah, kemudian dulu ketika saya di SMK dan politeknik masalah fasilitas praktikum yang memadai dan jam terbang saya lebih terasah.
Yang saya cari bukan ijazah dan gelar, tapi ilmu, wawasan dan pengalaman. Karena bagi saya menuntut ilmu, belajar itu menyenangkan. Ya meski ketika sekolah dan kuliah pasti ada saja kalanya tidak suka dengan tugas, ujian juga peraturannya. Nikmati saja prosesnya, karena kelak akan kita ingat warna-warninya belajar seperti apa. Kalau tidak ada hal-hal itu bagaimana kita mengevaluasi diri? bagaimana kita menempa diri?
Beside of that, saya pun banyak dapat ilmu dari otodidak, sesekali mengikuti sekolah non-formal.
Masalah kontribusi, saya rasa saat menjadi siswa atau mahasiswa tentu harus berkontribusi, terutama untuk negara kita ini. Mungkin yang dimaksud itu bekerja itu salah satu bentuk kontribusi nyata.
Well, iya sih, tapi apakah benar-benar berkontribusi ketika kita selama bekerja?
Ya kalau tidak sama saja dengan siswa atau mahasiswa yang kehidupannya datar.
Banyak kok, siswa dan mahasiswa yang berkontribusi dalam prestasi baik di level regional, nasional, dan internasional. Selain itu juga banyak siswa dan mahasiswa berkontribusi dalam pengaplikasian ilmu mereka ke masyarakat, industri.
Bagaimana kitanya, apakah kita, ingin berprestasi, menjadi orang yang “tidak biasa”, mencari kegiatan bermanfaat lainnya, memberikan warna pada masyarakat lingkungan sekitar.
Sebenarnya saya pribadi sudah bekerja dan freelance (sebagai sambilan) selama kurang lebih 7 bulan.
Sedikit cerita singkat, seharusnya saya melanjutkan lintas jalur ke S1 tahun kemarin (2016) akan tetapi ada beberapa hal yang tidak menyenangkan hati para kami yang ingin melanjutkan, dengan terpaksa, dengan berat hati kami “menunggu” selama satu tahun. Saya pribadi, tentunya tidak mau menganggur, harus ada yang dikerjakan, harus ada yang diulik, dioprek dan harus ada yang bermanfaat.
Lalu cerita mengenai kerja, saya pun sudah mengalami “kerja” selama 10 bulan (hampir satu tahun) di PT. Astra Otoparts Divisi EDC, Cikarang. Itu merupakan program dan kurikulum dari kampus Polman Bandung, Program Praktik Industri, ya kayak magang jadinya, alhamdulillah dapat “pelicin”, hehe.
Jadi, saya pun sudah merasakan bagaimana rasanya kerja.
Ketika kita siswa ataupun mahasiswa, bisa-bisa saja kita menghasilkan uang, tidak masalah, semuanya memang kembali pada individu. Banyak teman saya yang sambil dagang atau usaha, sambil kerja ketika mereka sekolah atau kuliah. Berpenghasilan? Tentu!
“Lalu, itu judulnya begitu, tapi bahasannya malah ngalor ngidul”.
Apalah arti sebuah judul, hahaha.
Ya intinya saya hanya ingin berbagi cerita, dan ingin mengatakan sekali lagi bahwa pendidikan itu (sangat) penting.
Ada pranala terkait dengan bagaimana cerita lebih rincinya perjalanan, mengurus-ngurus untuk lanjut dari D3 ke S1.
- Pengalaman Ujian Lintas Jalur Teknik Fisika FTI-ITS 2017
- Pengalaman Ujian SIMAK Paralel (untuk lulusan D3) Teknik Elektro FT-UI 2017
- Diterima di Teknik Fisika FTI-ITS Lintas Jalur 2017
- Diterima di Teknik Elektro FT-UI 2017 SIMAK Paralel (untuk lulusan D3)
Dari saya seorang mantan siswa SMKN 1 Cimahi, mantan mahasiswa D3 Polman Bandung, kini melanjutkan S1 di ITS Surabaya.
Bismillah, setelah A.Md, kemudian S.T.